Kamis, 24 Mei 2012

Malah Mendapat Hadiah

Pada suatu siang Abu Nawas berada di istana ketika Raja Harun Ar-Rasyid sedang sibuk menerima rombongan tamu dari kerajaan sahabat. Saat itu hanya ada dua orang pelayan. Abu Nawas diminta untuk membantu kedua pelayan itu.

Ketika Abu Nawas sedang membawa semangkuk gulai yang masih panas untuk hidangan siang, tiba-tiba kakinya terpeleset. Gulai yang dibawanya pun tumpah dan sebagian mengenai muka sang raja.

Sebenarnya Raja sangat marah atas kejadian tersebut. Tetapi karena banyak tamu, ia tahan kemarahannya.

“Maafkan, Tuan-tuan, atas kelakuan pelayan kami yang kurang ajar tadi,” kata Raja.

Dari balik pintu tiba-tiba Abu Nawas membaca sepotong ayat Al-Qur’an, “.... Orang-orang yang bertaqwa, yaitu mereka yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya....”

“Ya, aku memang sedang menahan amarah,” sahut sang raja.

“Dan memaafkan atas kesalahan orang...,” Abu Nawas meneruskan pembacaan ayat.

“Baik, aku memaafkanmu atas kesalahanmu,” sahut Raja.

“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Ali Imran: 133-134),” Abu Nawas mengakhiri pembacaan ayat itu.

“Hai pelayan, kemari! Ini terimalah uang lima ratus dirham sebagai hadiah,” kata Raja. “Lain kali, tolong kamu siram lagi mukaku dengan gulai, biar kamu bisa menerima hadiah lebih besar lagi dariku.”

***

Salah satu ibrah yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah kemuliaan menahan amarah.
Mungkin ada sebagian orang yang menganggap, orang yang bisa mengumbar amarah adalah orang yang kuat. Tidak, tidak demikian.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah.” (HR Bukhari Muslim dan Imam Ahmad).
Pada suatu hari, Nabi melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka beliau bertanya, “Apakah ini?”
Mereka menjawab, “Dia pegulat yang kuat, tidaklah seorang pun yang bergulat dengannya kecuali dia mengalahkannya.”
Kemudian beliau berkata, “Aku tunjukkan kepada kalian orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang dizhalimi namun ia menahan kemarahannya. Ia mengalahkan orang yang menzhaliminya dan mengalahkan setan yang ada pada dirinya serta mengalahkan setan yang ada pada saudaranya.” (HR Al-Bazzar).
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat.” (QS As-Syura’: 43).
Jelas dari kedua hadits dan surah Al-Qur’an di atas, justru orang yang mampu menguasai dirinya saat marah adalah orang yang kuat. Bukan orang yang mengumbar amarah dengan berteriak-teriak, mencaci maki, dan sebagainya, misalnya. Sebagaimana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini, yang mungkin saja di antara pelakunya adalah saudara kita juga, umat Islam. Di jalanan, bahkan di televisi, yang ditonton seluruh rakyat negeri ini, juga dunia.
Tentu tidak berarti kita anti demo, karena adanya demonstrasi adalah salah satu ciri negeri yang demokratis. Hanya saja, demo yang Islami adalah demo yang tidak mencaci maki, karena Islam tidak pernah mengajarkan kepada umatnya hal yang demikian. Apalagi demo yang anarkis, karena Islam tidak pernah mengajarkan kepada penganutnya untuk merusak.
Bagi mereka yang mampu menahan amarah, Allah telah menyediakan ganjaran. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya, Allah Azza wa Jalla akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya.” (HR Abu Daud).
Rasulullah juga bersabda, “Janganlah marah, maka bagimu adalah surga.” (Hadits shahih Al-Jami’).
Lebih dari itu semua, menahan amarah adalah perintah Nabi SAW. Dan karena itu perintah Nabi, tentu kita semua, sebagai umatnya, mesti melaksanakan.
Disebutkan dalam hadits, seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW, “Berilah aku wasiat.”
Beliau berkata, “Janganlah marah.”
Tahap selanjutnya, setelah mampu menahan amarah, yaitu memaafkan. Allah berfirman, “Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan terang-terangan dan orang yang menahan kemarahan serta memaafkan orang lain, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran:134). “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS Al-A’raf: 199).
Sering kita saksikan di televisi beberapa ahli mengatakan bahwa serang-menyerang antar-rezim terjadi karena dendam sejarah.
Seseorang, atau bahkan rezim, kalau bersalah memang boleh diadili, atau mungkin harus diadili. Tapi dasarnya mestinya adalah upaya penegakan hukum dan keadilan, bukan dendam. Jika dendam yang dijadikan dasar, kesalahan yang kecil pun bisa terlihat besar. Seorang bijak mengatakan, dendam itu ibarat batu kerikil yang meluncur di lembah yang bersalju. Makin jauh, akan makin membesar.
Seseorang, atau bahkan rezim, kalau bersalah memang boleh diadili, atau mungkin harus diadili. Tapi, bukankah memaafkan itu lebih mulia?
Dalam konteks negeri ini, bisakah kita menutup semua lembaran sejarah kelabu masa lalu? Bisakah kita cukup menjadikannya sebagai pelajaran?
Demi membangun Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang penuh kedamaian, bisakah kita menjadikan langkah kita sekarang ini sebagai langkah awal yang terbebas dari segala macam konflik, atau setidaknya meminimalisir? Kalau kita ikhlas, mau, dan mampu mengendalikan sifat marah, jawabannya jelas: Bisa!

Mengatasi Kemarahan
Untuk mengatasi kemarahan, Islam memberikan petunjuk.
Pertama, berlindung kepada Allah dari godaan setan. Karena, di samping nafsu yang ada dalam diri kita, peran setan juga sangat dominan dalam membangkitkan amarah.  Rasulullah SAW bersabda, “Aku mengetahui satu kalimat yang, seandainya diucapkan, niscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada diri:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” (HR Bukhari-Muslim).
Kedua, diam, tidak berbicara. “Apabila salah seorang di antara kalian marah, hendaklah diam.” (HR Imam Ahmad).
Ketiga, tinggalkan tempat, berdirilah, lalu pergi.
Keempat, bersikap tenang, duduk apabila sedang berdiri, atau tidur telentang bilamana sedang duduk. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian marah sedangkan dia berdiri, hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang. Apabila masih belum mereda, hendaklah berbaring.” (HR Abu Daud).
Kelima, berwudhu. Nabi bersabda, “Marah itu adalah bara api, maka padamkanlah dia dengan berwudhu’.” (HR. Al-Baihaqi).
Keenam, shalat. "Penghapus setiap perselisihan adalah dua raka’at (shalat sunnah).” (HR Silsilah Hadits Shahihah).

Marah yang Terpuji
Pada umumnya marah memang tercela, tapi ada pula yang terpuji. Misalnya marah karena ajaran-ajaran Allah dihinakan.
Kasus Ahmadiyah, misalnya. Dalam aqidah Islam, jelas, tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW. Pengakuan Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi dapat dikategorikan sebagai penistaan terhadap ajaran Islam.

Tim alKisah
http://beibahmedalbarqi.blogspot.com

Selasa, 22 Mei 2012

Khasiat Sholawat Nabi


D6
Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda “Orang yang pantas berada di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang memperbanyak sholawat atasku.” 
( HR. Tirmidzi ) 

Sholawat yang berasal dari kata al-Shalah, secara etimologi mempunyai arti yaitu do’a dan rahmat. Secara lebih khusus, sholawat mempunyai makna rahmat Allah Swt yang disertai pemuliaan-Nya atas Nabi Muhammad SAW. Namun, sebagian jumhur mentafsirkan bahwa sholawat berarti rahmat yang datang dari Allah Swt, dan pengampunan dosa dari malaikat, serta tunduk dan do’a dari selain keduanya seperti manusia, hewan, hingga benda mati.
Hadist yang tesebut di atas, mengingatkan kita akan urgensi dan keutamaan sholawat atas Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita tunduk dan memuliakan junjungan nabi kita Muhammad SAW atas apa yang telah beliau lakukan untuk umatnya semasa hidup. Sholawat atas beliau adalah satu dari sekian banyak wasilah atau cara untuk memuliakan beliau. Jangankan kita manusia yang notabene adalah umat beliau, Allah Swt dan malaikat-Nya pun juga bersholawat kepada beliau. Allah Swt befirman dalam al-Qur’an yang bunyinya “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat atas nabi. Hai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu atas nabi dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS al – Ahzab : 56)
Allah Swt dengan segala kekuasaan-Nya telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan risalah-Nya, dan menjadikannya rahmatan lil ‘alamiin, serta pembawa berita gembira bagi orang-orang mu’min, dan pemberi syafa’at bagi umat pilihannya. Maka, sudah menjadi kewajiban seorang muslim dan seluruh umat Nabi Muhammad SAW untuk bersholawat atasnya sebagai bentuk rasa tunduk dan penghormatan kepada beliau.
Orang yang selalu bershalawat atas Nabi Muhammad SAW akan merasakan fadhilah dan keutamaan dari shalawat tersebut. Ada beberapa hadist yang menjelaskan khasiat dan fadhilah serta keutamaan dari sholawat, satu diantaranya berbunyi “Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali." (HR. Muslim, Ahmad dan perawi hadits yang tiga). Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa'atku." (HR. Thabarani)
Namun, barangsiapa yang melalaikan dan enggan untuk bersholawat atas Nabi Muhammad SAW, maka ia juga akan merasakan akibat dan dampak dari kelalaiannya itu. Rasulullah SAW bersabda “Termasuk orang yang bakhil adalah orang yang apabila namaku disebut ia tidak bersholawat atasku.” (HR. Tirmidzi)
Bersabda Nabi Muhammad SAW :
  1. Siapa yang bersholawat atas diriku satu kali maka Allah SWT akan bershalawat atas dirinya 10 kali.
  2. Siapa yang bersholawat atas diriku 1000 kali maka dia tidak mati sehingga diberi kabar dengan surga.
  3. Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku pada hari kiamat nanti, adalah orang yang paling banyak membaca shalawat atas diriku.
  4. Siapa membaca shalawat atas diriku setiap jum'at 40 kali, maka Allah menghapuskan seluruh dosa-dosanya.
  5. Siapa yang bershalawat atas diriku dalam sehari 100 kali, maka Allah memenuhi baginya seratus kebutuhan, yang 70 di antaranya untuk akheratnya dan 30 di antaranya dunianya.
begitu besarnya fadilah membaca shlawat maka rugilah orang yang tidak membaca shalawat
Setelah membaca risalah tingkat ini yang saya tukil (ambil) dari kitab Al A'malul Kubro semoga kita bertambah kuat iman kitab kepada Allah dan Rasunya dan bertambah pula kecintaan kita mendapat rahmat Allah dan Syafaat dari Rasulnya yang mulia di akherat kelak.
Aamiin.........

Ada satu riwayat ... salah seorang pendurhaka dari Bani Israil mati. Mayatnya dilempar oleh masyarakat karena sangat durhakanya. Tiba-tiba Alloh menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as., “Mandikanlah dan sholatkanlah mayat itu karena Aku telah mengampuninya”. Nabi Musa heran dan bertanya, “Ya Alloh, apa sebabnya dia mendapat ampunanMu?” JawabNya, “Suatu hari ketika membaca Taurat dia mendapati nama Muhammad, lalu ia membaca sholawat untuknya, maka dia diampuni”. Dari sini Abul Hasan Al Bakri berkata, “Hendaknya seseorang jangan kurang membaca sholawat tiap hari 500 kali walau dalam bentuk bahasa yang sesingkat-singkatnya”. Abu Tholib Al Makki berkata, “Jangan kurang dari 300 kali membaca sholawat tiap hari”.
Inilah sebagian fadhilah bagi orang-orang yang sering bersholawat atas Nabi Muhammad SAW dan celaan bagi yang melalaikannya.

http://beibahmedalbarqi.blogspot.com